Mitraterkini.com, Pekanbaru – Suhu pemberitaan di Riau kembali memanas. Miris, publik dikejutkan dengan sikap dingin dan terkesan antikritik dari jajaran pejabat di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Riau, yang hingga kini masih memilih bungkam atas berbagai sorotan tajam terkait dugaan ketidak beresan dalam pelaksanaan proyek Jalan Asshofa – Payung Sekaki di Kota Pekanbaru, Rabu (27/08/25).
Sikap diam ini justru mempertebal kecurigaan masyarakat akan adanya “aroma korupsi” yang menyengat dari proyek tersebut. Pasalnya, bukan hanya satu atau dua kali pemberitaan mengenai proyek ini tayang di berbagai media lokal maupun nasional. Namun hingga hari ini, pejabat terkait, terutama Kepala BPJN Wilayah Riau, DR. IR. Yohanis Tulak Todingrara, MT. dan Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Riau, Mainila Yanti, S.T., M.T., terkesan menghindar dan menutup diri dari konfirmasi awak media.
Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media pada Selasa, 26 Agustus 2025, melalui pesan WhatsApp pribadi Kabalai dan Satker, tidak mendapat respon. Sikap tersebut tentu sangat disayangkan, terlebih datang dari pejabat publik yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Diduga Langgar UU Keterbukaan Informasi Publik. Sikap bungkam dari para pejabat di lingkungan BPJN Riau ini juga dinilai oleh sejumlah pengamat hukum dan kebijakan publik sebagai bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam UU tersebut, setiap badan publik wajib memberikan informasi yang benar, akurat, dan tidak diskriminatif kepada masyarakat.
Selaku Ketua Umum LSM Komunitas Pemberantas Korupsi. Toro Laia, juga angkat bicara soal pemberitaan dugaan adanya mark-up sebesar 2.1 miliar lebih di kegiatan proyek jalan Asshofa kota pekanbaru, merupakan bagian dari Program Inpres Jalan Daerah (IJD) Tahun Anggaran 2024 “Ketika pejabat publik enggan memberikan informasi kepada media, apa lagi soal proyek yang didanai oleh uang rakyat, maka itu patut dicurigai. Tidak ada alasan untuk tutup mulut kecuali ada sesuatu yang disembunyikan,” ungkap salah satu aktivis anti-korupsi di Pekanbaru.
“Apa bila pejabat tetap memilih diam, maka kegiatan tersebut yang diduga berbau korupsi, maka kita siap melaporkan kepada APH dan juga kita buat tembusan laporan kepada Kementrian PUPR Pusat, agar mengetahui prilaku anggota nya yang diberikan amanah khususnya di Provinsi Riau, yang masih ada kearogaan dalam penanggapi pemberitaan maupun pelayanan yang baik terhadap masyarakat dan aktivis di Riau.
“Dimana Tanggung Jawab Moral Seorang Pejabat Negara. Yang lebih mengiris nurani publik adalah ketika seorang pejabat tinggi seperti Kepala Balai PJN Riau tidak mampu melayani pertanyaan media, apalagi menjawab keresahan masyarakat. Sikap seperti ini dinilai mencerminkan krisis kepemimpinan dan lemahnya pengawasan internal di tubuh BPJN Wilayah Riau,”ujar Toro dengan nada ketegasan.
Sejumlah pihak mulai mendorong agar Kementerian PUPR segera turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja BPJN Riau, termasuk kemungkinan adanya konflik kepentingan atau praktik gratifikasi dalam proyek jalan tersebut.
“Masyarakat Berhak Tahu. Kisruh ini menjadi pengingat keras bahwa masyarakat bukan hanya penonton, melainkan pemilik sah dari setiap rupiah anggaran negara. Pejabat publik yang bekerja dengan uang rakyat tidak boleh berlindung di balik meja dan membisu saat diminta pertanggungjawaban,”tutur masyarakat.
Media akan terus memberikan informasi yang akurat di Kegiatan Preservasi Jalan Asshofa Payung Sekaki Kota Pekanbaru, dan publik menanti. Apakah akan ada pernyataan resmi dari BPJN Riau? Atau justru akan terus berlindung dalam senyap, hingga aroma dugaan korupsi ini menjadi busuk dan menyebar ke mana-mana. (01Y).
Sumber Berita : GardaTerkini.com
(Red)