Dusun Rimba Cempedak Kabupaten Siak  Potret Kehidupan Masih Terpinggirkan di Tengah Kemajuan Zaman

Mitraterkini.com, Kerinci Kanan – Di balik megahnya pembangunan yang terus digencarkan di berbagai wilayah Indonesia, masih ada sudut negeri yang seolah terabaikan. Salah satunya adalah Dusun Rimba Cempedak, sebuah dusun terpencil di Kampung Kerinci Kanan, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Tulisan ini merupakan hasil observasi lapangan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Riau kelompok 101 yang ditempatkan di Desa Kerinci Kanan. Mereka mendapati bahwa di dusun ini, sekitar 42 kepala keluarga harus menjalani kehidupan dengan penuh keterbatasan di tengah hutan dan perkebunan sawit.

Akses Jalan yang Memprihatinkan

Perjalanan menuju Rimba Cempedak bukanlah hal yang mudah. Jalanan sepanjang 20 kilometer dari kantor kecamatan masih berupa tanah, licin, dan dipenuhi tanjakan serta turunan. Saat musim hujan, akses menjadi semakin parah. 

“Tidak sedikit kendaraan roda dua maupun roda empat yang terpuruk di lumpur, bahkan sering kali pengendara harus berjibaku agar bisa keluar dari jalan yang rusak parah. Jalan ini menjadi simbol keterasingan yang selama ini dirasakan masyarakat.

Hidup Tanpa Listrik dan Jaringan

Hingga kini, dusun ini belum menikmati aliran listrik negara. Warga hanya mengandalkan genset dan panel surya seadanya, itu pun tidak semua mampu memilikinya. Genset hanya menyala sekitar 6 jam per hari, sementara sebagian besar malam masih dilalui dalam gelap.

Kondisi komunikasi jauh lebih memprihatinkan. Tidak ada jaringan telepon maupun internet di dusun ini. Warga yang ingin menghubungi kerabat atau sekadar mencari informasi dari luar harus berjalan ke atas bukit untuk mencari sinyal, itupun tidak selalu berhasil. Hal ini membuat warga merasa terisolasi dari dunia luar.

Pendidikan yang Terbatas

Di bidang pendidikan, Rimba Cempedak hanya memiliki SDN 13 Kerinci Kanan yang baru diresmikan pada tahun 2007, sebelumnya masih berstatus kelas jauh dari SDN 01 Kerinci Kanan. Saat ada kepentingan besar seperti ujian nasional, anak-anak harus menempuh perjalanan jauh ke sekolah induk.

Tahun ini jumlah siswa hanya 16 orang, dengan pembagian kelas yang sangat sedikit–bahkan kelas I hanya memiliki 1 murid. Dalam 12 tahun terakhir, jumlah murid terbanyak hanya 28 orang.

Menurut salah satu guru, Rine Pertiwi SPd, akses yang sulit, ketiadaan listrik, serta minimnya perhatian orang tua membuat motivasi anak-anak sangat rendah. Akibatnya banyak yang putus sekolah setelah lulus SD karena di dusun ini tidak ada SMP maupun SMA.

Minim Fasilitas Kesehatan

Kesehatan juga menjadi persoalan serius. Tidak ada puskesmas, bidan, atau tenaga medis di dusun ini. Warga harus keluar dusun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sesuatu yang sulit dilakukan terutama saat darurat atau ketika akses jalan semakin parah.

Sumber: datariau.com

(Red)