Mitraterkini.com, Pekanbaru – Kepolisian Resor Kota Pekanbaru menghentikan penyelidikan kasus dugaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dilakukan sejumlah debt collector PT. ACC Pekanbaru terhadap debitur atas nama Herawati, SH.
Kesimpulan menghentikan penyelidikan kasus ini sejak tanggal 13 September 2024 berdasarkan kesimpulan hasil gelar perkara.Rabu (18/9/2024).
Laporan Herawati, SH terkait dugaan tindakan pencurian, kekerasan oleh debt collector ini dihentikan oleh pihak penyidik Polresta Pekanbaru dengan alasan tidak ditemukan unsur pidananya. Penyidik menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh debt collector tersebut merupakan bagian dari hak mereka sebagai penagih utang.
“Inilah hasil gelar perkara SP2HP nya tidak ditemukan unsur pidana hukumnya, yang dilaporkan itu tindak pidana pencurian dengan kekerasan, jadi pencuriannya di sini barang nggak dicuri, cuma diambil dan dibawa ke gudang karena sebagian ada hak pihak leasing.
Tentu praktisi hukum pasti ada jalur-jalurnya. Kesimpulan gelar ini bukan hanya tim-tim kami yang buat, tentu ada pimpinan gelar, ada kanit-kanit lainnya, kami sudah sampaikan di forum dan itulah hasil kesimpulannya,” ucap penyidik kepada Kuasa Hukum Korban.
Menurut Herawati, mobilnya dirampas secara paksa oleh debt collector di depan halaman kantor perusahaan perkreditan PT. ACC Pekanbaru.
Ia mengatakan bahwa dirinya dihadang, dipaksa untuk meninggalkan mobil dibawa oleh pihak debt collector tanpa kejelasan. Tetapi karena dipaksa, akhirnya Herawati panik, ketakutan, melapor ke Mapolresta Pekanbaru.
“Pada saat kejadian itu, saya dihadang oleh debt collector dan memaksa saya meninggalkan mobil.
Dan mereka mengelilingi mobil saya membuka dan menutup pintu mobil saya. Kemudian mereka memaksa saya untuk menandatangani selembar surat tapi saya tidak mau.
Namun, ketika sampai di dalam ruangan saya menyampaikan kepada salah satu anggota polisi yang sedang piket dan setelah saya menyampaikan kejadian itu dia mengatakan kepada saya bahwa laporan itu tidak bisa diterima lalu saya disuruh pulang,” jelasnya.
“Beberapa hari saya pergi ke Polda Riau melaporkan kejadian diterima tapi sampai saat ini menunggu lama proses penyelidikan terhadap laporan ini.
Melalui kuasa hukum mengatakan bahwa kesimpulan dari hasil gelar perkara yang disampaikan oleh penyidik Polresta Pekanbaru tidak ada unsur pidana dalam kejadian itu.
Saya mohon keadilan, kepastian hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya.
Dengan tindakan debt collector yang merampas mobil secara paksa dari saya adalah itu sudah menjadi hak mereka sepenuhnya dan apakah sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku di negara kita.
Harapan saya kepada Bapak Kapolresta Pekanbaru, Bapak Kapolda Riau dan Bapak Kapolri Republik Indonesia supaya memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada saya,” harapnya.
Kesimpulan untuk menghentikan penyelidikan ini menimbulkan reaksi dari tim kuasa hukum Herawati yang disampaikan pihak Polresta Pekanbaru Kepada Azwar Alimin Musa, SH. Tim kuasa hukum menilai bahwa ada kejanggalan dalam kesimpulan penyelidikan yang tidak menganggap tindakan tersebut sebagai tindak pidana.
Azwar Alimin Musa, SH, mengatakan kepada media bahwa tindakan debt collector tersebut jelas merupakan bentuk kekerasan, karena kliennya dihadang dan dipaksa untuk menyerahkan kendaraannya. Menurutnya, tindakan ini semestinya memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Lebih lanjut, Azwar Alimin Musa juga menyoroti kesimpulan yang disampaikan oleh penyidik, menyebut bahwa debt collector memiliki hak untuk menyita kendaraan tanpa adanya putusan pengadilan.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 Tahun 2019 yang mewajibkan adanya putusan pengadilan sebelum eksekusi kendaraan dilakukan.
“Bagaimana mungkin penyidik bisa mengatakan bahwa ini tidak ada unsur pidananya? Jelas-jelas debt collector itu memaksa klien saya untuk menyerahkan mobilnya. Mereka membawa mobil itu entah ke mana, dan hingga sekarang mobil tersebut belum dikembalikan,” ujar Azwar.
Azwar juga menyatakan bahwa tindakan debt collector yang mengambil alih kendaraan tanpa putusan pengadilan menunjukkan kelalaian dalam penerapan hukum oleh pihak penyidik. “Putusan Mahkamah Konstitusi jelas-jelas ada, tapi sepertinya tidak dijadikan acuan dalam penyelidikan ini,” lanjutnya.
Langkah Polresta Pekanbaru yang menghentikan penyelidikan ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kliennya. Herawati dan tim kuasa hukumnya akan membawa kasus ini ke tingkat lebih lanjut.
Sementara itu, pihak Polresta Pekanbaru mengatakan bahwa kesimpulan penghentian penyidikan ini sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Penyidik menilai bahwa debt collector tidak melanggar hukum dalam melakukan penarikan kendaraan tersebut karena sesuai dengan hak mereka dalam perjanjian leasing.
Hingga saat ini, Herawati masih belum mendapatkan kembali kendaraannya. Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai melibatkan ketidakadilan terhadap debitur yang menjadi korban tindakan sepihak debt collector.
Proses hukum terkait penyitaan kendaraan oleh debt collector memang sering kali menimbulkan perdebatan, terutama dalam hal penerapan aturan yang melibatkan hak-hak kreditur dan debitur.
Hasil gelar perkara dari Polresta Pekanbaru dalam kasus ini semakin memperkuat perdebatan tersebut. Kuasa hukum Herawati menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan keadilan bagi kliennya. (TIM)
Reporter: Ius